Interpretasi Laboratorium Farmasi : Pengujian Elektrolit; Fungsi Ginjal dan Hati

Interpretasi Laboratorium Farmasi : Pengujian Elektrolit; Fungsi Ginjal dan Hati

Konten [Tampil]

Pengujian Laboratorium Farmasi

 Dalam memberikan pelayanan kefarmasian, kita ditantang untuk bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan pelayanan yang komprehensif terhadap pasien. Ada kalanya peranan kita sebagai farmasi diperlukan sebagai kontrol dalam menjaga kemungkinan kesalahan pengobatan yang dilakukan oleh dokter maupun paramedis. 

Hal tersebutlah yang mengharuskan farmasi mengetahui dan memahami pengetahuan dasar tentang hasil pengujian laboratorium. Hal yang dapat dilakukan oleh farmasi dengan mengetahui hasil uji lboratorium terhadap pasien antara lain :

-          Penilaian kesesuaian obat berdasarkan perubahan distribusi atau eliminasi obat. Misal pada kasus hipoalbumin, defek ginjal

-          Pemantauan efikasi klinis terapi. Misal kadar glukosa pada pengobatan DM

-          Pemantauan efek samping. Misalnya peningkatan kadar kreatinin pada pengguna gentamisin yang bersifat nefrotoksik.

Penilaian pasien yang lengkap akan memberikan terapi yang paling tepat dalam menghadapi permasalahan yang dialami pasien. Penilaian tersebut terdiri dari pemeriksaan fisik, pencatatan riwayat penyakit dan data laboratorium.

Nilai referensi normal

Dalam menentukan definisi normal dalam menilai hasil pengujian digunakan rentang normal sebagai referensi. Rentang ini merupakan cakupan normal secara statistika dari 95% populasi, sedangkan 5% bisa jadi memiliki definisi normal yang individual dan tidak dapat dinilai secara umum. Oleh karena itu abnormalitas pada penilaian parameter pengujian tidak menjadi satu-satunya cara menilai kondisi seseorang. Abnormalitas yang disebabkan patologis seharusnya akan berkaitan dengan tanda dan gejala lain dari penyakit sebagai pendukung dugaan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nilai abnormal pada hasil pengujian :

ü  Terdapat kekeliruan dalan proses pengumpulan sampel, penanganan dan analisis di laboratorium;

ü  Asupan makanan tertentu yang mempengaruhi parameter (gula, lemak, protein);

ü  Olahraga / aktivitas fisik pada tingkatan tertentu dapat mempengaruhi beberapa parameter;

ü  Gangguan/efek obat yang sedang dikonsumsi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengobatan seharusnya didasarkan pada masalah yang dialami oleh pasien, bukan disandarkan pada nilai hasil pengujian saja. Namun hasil pengujian dapat dijadikan suatu pertanda dan peringatan untuk kondisi berbahaya yang (mungkin) terjadi. Penelitian kasus dengan kelainan hasil pengujian laboratorium pada pasien yang terlihat sehat dapat dikembangkan dan memungkinkan untuk ditemukannya kondisi klinis baru. 

Uji Elektrolit

Sodium/Natrium (Nilai referensi normal : 135-150 mmol/L)

Merupakan jenis mineral yang terdapat terutaman pada cairan ekstraselular. Kondisi yang mungkin terjadi adalah Hiponatriemia dan Hipernatriemia.

Hiponatriemia (level Na <120 mmol/L)

Hipernatriemia (level Na>160 mmol/L)

Potassium/Kalium (Nilai referensi normal 3,5 – 5 mmol/L)

Kondisi yang mungkin terjadi adalah Hipokalemia (<3 mmol/L) dan Hiperkalemia (>6 mmol/L)

Asam Urat (nilai referensi normal : 0,2-0,4 mmol/L (pria); 0,14-0,34 (wanita))

Asam urat merupakan produk hasil samping dari metabolisme protein, purin, dan degradasi ATP. Sepertiga metabolit dieksresikan melalui usus dan sisanya melalui urin. Kondisi yang mungkin terjadi adalah ketidakseimbangan produksi dengan eksresi sehingga terjadi Hiperurikemia, dengan resiko terjadinya radang sendi gout.

Pemantauan Fungsi Ginjal

Parameter utama terdiri dari pemantauan fungsi ginjal adalah nilai Serum Creatinin (SCr), Creatinine Clearance (CrCl) dan Serum Urea.

Serum Urea (nilai referensi normal : 60-120 umol/L (pria); 50-95 umol/L (wanita))

Serum kreatinin diproduksi pada otot secara konstan, dan nilainya dapat menggambarkan kondisi fungsi ginjal.

Kelemahan : Peningkatan signifikan terjadi pada saat kehilangan fungsi ginjal > 50% (tidak cocok untuk deteksi awal), serta banyak faktor yang mempengaruhi (misal : BB, jenis kelamin, usia, kegiatan fisik)

Creatinine Clearance (nilai referensi normal : 90-120 mL/menit)

Creatinine Clearance (CrCl) cukup akurat dan mudah digunakan. Dapat dilakukan perhitungan berdasarkan perhitungan langsung pada urine atau menggunakan persamaan Cockroft-Gault untuk memperkirakan nilai CrCl berdasar serum kreatinin (calculated CrCl).

Kelemahan : tidak terlalu valid untuk pasien tertentu (misal : obesitas), pengumpulan urin yang tidak sempurna (nilai lebih kecil dan terjadi nilai yang lebih rendah)

Serum Urea (nilai referensi normal : 2,5-6,4 mmol/L)

Urea diproduksi oleh hati (siklus urea) dan dieksresikan terutama melalui ginjal. Terdapat faktor yang mempengaruhi serum urea selain gangguan fungsi ginjal, yaitu :

-        Penurunan aliran urine (gagal jantung atau dehidrasi);

-        Obstruksi pada saluran kemih (terhambat);

-  Produksi urea yang terganggu (disebabkan perdarahan saluran cerna, diet protein, hiperkatabolisme, penyakit hati obat-obatan seperti tetrasiklin, kortikosteroid)

Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan dengan nilai kreatinin serum. Jika terjadi peningkatan pada kedua parameter (urea serum dan kreatinin serum), maka kemungkinan terjadi gangguan pada fungsi ginjal. Namun jika serum urea meningkat tanpa peningkatan kreatinin serum maka kemungkinan terdapat pengaruh dari faktor lain.

Uji Fungsi Hati

Terdiri dari uji kerusakan hepatosit /hepatitis (ALT,AST, bilirubin), gangguan kolestatik (GGT, ALP, bilirubin), dan uji fungsi sintesis (albumin, PT time).

Aspartat Amino Tranferase / AST (nilai referensi normal : 0-35 IU/L)

Normal berada pada hepatosit, jantung , otot rangka dan ginjal. Peningkatan AST terjadi akibat perubahan permeabilitas sel yang berubah akibat iskemik atau nekrosis, sehingga AST masuk kedalam sirkulasi. AST pada infeksi hepatitis mencapai nilai >1000 IU/L.

Alanine Amino Tranferase / ALT (nilai referensi normal : 0-35 IU/L)

Merupakan parameter yang lebih sensitif dan spesifik untuk hati dibandingkan dengan  AST, sehingga umumnya nilai uji lebih besar dibanding AST (kecuali pada kondisi sirrhosis)

Alkaline Phospatase / ALP (nilai referensi normal : 30-120 IU/L)

Peningkatan signifikan terjadi pada kolestasis intrahepatik dan obstruksi ekstrahepatik. Perlu dukungan data perhitungan serum 5NT.

Gamma Glutamil Transpeptidase /GGT (nilai referensi normal : 0-30 IU/L)

Peningkatan signifikan terjadi pada kolestasis intrahepatik dan obstruksi ekstrahepatik. Berada pada hati, ginjal, pankreas dan otot. GGT tertinggi terjadi pada hepatik alkoholik (sensitif) serta induksi mikrosomal (herbal dan obat fenitoin, fenobarbital).

Bilirubin (nilai referensi normal : 0-4 mmol/L (langsung); 2-18 mmol/L (total)

Kondisi yang dapat meningkatkan bilirubin pada serum adalah kerusakan sel hepatik misalnya disebabkan infeksi virus hepatitis, alkohol, cirrhosis, dan obat-obat seperti tetrasiklin, parasetamol, INH, rifampisin

Nilai parameter renal jika dilihat berdasarkan kondisi patologis

Uji Hematologi darah

Fungsi utama darah adalah menyalurkan oksigen dari paru ke jaringan serta mengangkut karbondioksida kembali ke paru. Anemia merupakan kondisi ketika Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Hct), atau Jumlah Eritrosit (Erc) berada dibawah normal.

Hemoglobin / Hb (nilai referensi normal : 8,45-10,65 mmol/L (pria); 7,45-9,3 mmol/L (wanita))

Hb merupakan komponen utama sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi mengikat oksigen. Kondisi abnormal yang mungkin terjadi pada Hb adalah sickle cel Hb dan talasemia.

Hematokrit /Hct (nilai referensi normal : 0,39-0,49 (pria); 0,33-0,43 (wanita))

Hct merupakan rasio perbandingan eritrosit dan darah total. Peningkatan Hct dapat terjadi apabila terjadi kekurangan cairan/dehidrasi, serta demam yang berkepanjangan.

Leukosit (Basofil, Netrofil, Eosinofil, Limfosit dan Monosit)

Basophil (nilai referensi normal : 0-0.2 x109/L

Merupakan 0,5% dari total leukosit. Basophil bereaksi dengan antigen histamin dan merupakan agen reaksi hipersensitivitas. Memiliki nilai variasi diurnal dengan tingkat tertinggi di malam hari dan level terendah di pagi hari

↑ pada reaksi alergi, hipotiroidisme

↓ pada pengobatan kortikosteroid kronis, infeksi akut, stres dan hipertiroidisme

Eosinophil (nilai referensi normal : 0-0.45 x109/L)

Merupakan 3% dari total leukosit

↑ pada  penyakit alergi (mis. Asma), infeksi parasit, penyakit kulit tertentu (mis. Eksim), disaese neoplastik, dan beberapa obat (sulfonamid, pilocarpin)

↓ pada stres akut, peradangan akut.

Neutrophil (nilai referensi normal : 1.8-7.8 x109/L)

Merupakan 5% dari total leukosit. Memiliki  variasi diurnal yaitu tertinggi di sore hari dan terendah di pagi harii

↑ (neutrofilia) pada kondisi infeksi bakteri, penyakit radang (yaitu artritis reumatoid), tumor, beberapa obat (heparin, digitalis), gangguan metabolisme (ketoasidosis diabetikum, uremia)

↓ (neutropenia) pada kondisi infeksi virus, infeksi protozoa, obat-obatan (sulfonamid, antibiotik, antikonvulsan, agen sitotoksik)

Lymphocyte (nilai referensi normal :  1-4.8 x109/L)

Merupakan 34% dari total leukosit. Terdiri dari Limfosit T (kekebalan yang diperantarai sel), Limfosit B (kekebalan humoral), non T & non B

↑ limfosit pada infeksi virus dan infeksi lainnya (mis. Tb, CMV, cacar air, hepatitis), gangguan radang usus, hipersensitif terhadap obat-obatan (fenitoin, para-amino salisilat)

↓ limfosit pada keadaan AIDS, kekurangan gizi, keganasan terminal, obat antineoplastik, radiasi

Monocyte (0.8-1 x109/L)

Merupakan jenis sel terbesar dalam darah dan 4% dari total leukosit. Memiliki bentuk monosit pada sistemik dan makrofag pada jaringan.

↑ pada penyakit menular, leukemia, limfoma

Sumber :


Related Posts

Posting Komentar